Proses Terjadinya ENSO
Siapa yang akhir-akhir ini suka merasa kepanasan? Wajar ya, karena saat ini Indonesia sedang berada pada musim kemarau. Namun jangan terlalu banyak mengeluh kepanasan, musim akan segera berganti. Sedikit mengingat sejarah, Indonesia pernah mengalami musim kemarau yang lebih panjang daripada periode normal, adakah yang tahu pada tahun berapa saja? Kemarau yang lebih panjang ini disebabkan oleh fenomena yang bernama El Nino Southern Oscillation atau biasa disebut ENSO. Pada artikel ini akan dibahas tentang proses terjadinya ENSO.
Apa Itu ENSO?
Menurut Allan dkk (1996), ENSO merupakan dua proses fenomena alam yaitu El Nino, dalam hal ini adalah fluktuasi klimatologi yang terjadi dalam rentang waktu 2-7 tahun, dan Southern Oscillation atau pola naik turunnya tekanan atmosfer di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. El Nino dan Southern Oscillation saling berhubungan sehingga penyebutannya menjadi El Nino Southern Oscillation atau ENSO. Proses terjadinya ENSO dimulai dari perubahan angin hingga terjadi osilasi. Proses ini terjadi di Samudra Pasifik bagian ekuator, bukan hanya di atmosfer saja melainkan di lautnya juga.
Kondisi Normal Samudra Pasifik
Bermula dari Angin Pasat
Di atmosfer, ada angin pasat timur laut yang bertiup di utara ekuator dan angin pasat tenggara yang bertiup di selatan ekuator. Angin pasat itu ada sepanjang tahun, bergerak dari daerah subtropis menuju daerah tropis. Komponen barat-timur (zonal) dari kedua angin pasat tersebut adalah angin timur, yang bergerak dari arah timur menuju barat di daerah ekuator. Angin timur ini menghasilkan arus ekuator utara dan arus ekuator selatan, yang menggerakkan massa air di bagian tropis samudra Pasifik ke arah barat. Massa air yang berpindah adalah massa air yang berada di permukaan, yang memiliki temperatur hangat. Dengan adanya arus ekuator yang selalu mengarah ke barat ini, lama kelamaan massa air hangat akan menumpuk di bagian barat samudra Pasifik. Sehingga di wilayah barat tersebut, tepatnya di perairan antara Mindanao dan Irian, terbentuk kolam air hangat (Ilahude & Nontji, 1999).
Kolam Air Hangat
Kolam air hangat menjadikan muka air laut lebih tinggi dan lapisan termoklin lebih tebal di bagian barat samudra Pasifik. Sebaliknya, di bagian timur, terjadi kekosongan massa air di permukaan karena massa air terus dipindahkan ke barat. Akibatnya terjadi upwelling, air dari lapisan bawah naik ke atas, sehingga di bagian timur samudra Pasifik suhu muka laut lebih dingin, dan kedalaman termoklinnya dangkal.
Sirkulasi Walker
Kolam air hangat di barat juga berpengaruh terhadap kolom udara di atasnya, temparatur udara menjadi lebih tinggi dan timbul aliran. Aliran itu mengangkut uap air ke lapisan atas atmosfer. Di lapisan atas, temperatur udara lebih dingin sehingga uap air mengalami kondensasi dan terbentuklah awan. Awan di bagian barat samudra Pasifik inilah yang menimbulkan hujan yang terjadi di Indonesia. Sedangkan udara kering di lapisan atas bertiup kembali ke bagian timur dan tengah samudra Pasifik. Dalam perjalanannya, udara tersebut menjadi dingin dan berat sehingga bergerak turun. Udara tersebut pun bergerak lagi ke barat di bawah sebagai angin pasat timur laut dan tenggara. Sirkulasi udara yang berulang ini disebut Sirkulasi Walker. Sirkulasi Walker pada kondisi normal seperti yang telah disebutkan, menandakan kondisi yang normal pula untuk samudra Pasifik, dengan kolam air hangat berada di bagian barat.
Gejala Awal ENSO
Menurut Azis (2006), awal mula terjadinya ENSO disebabkan melemahnya angin timur dengan alasan yang belum diketahui, sehingga angin barat menjadi dominan. Muka air laut yang tinggi di bagian barat tidak dapat bertahan lagi sehingga air bergerak ke timur. Dengan kata lain, apabila ada gangguan terhadap sirkulasi Walker sehingga sistem interaksi laut-atmosfer terganggu, maka kolam panas akan bergerak ke arah timur.
Sedangkan menurut Wyrtki (1977), hembusan angin timur terus menerus selama dua tahun membuat penumpukan massa air di kolam air hangat mencapai maksimum, termasuk peninggian air laut dan downwelling yang terjadi di bagian barat samudra Pasifik telah mencapai maksimum. Sehingga massa air akan bergerak kembali ke timur dalam bentuk gelombang Kelvin. Apabila bertepatan dengan bertiupnya angin muson barat maka gelombang Kelvin lebih kuat dan akan melemahkan angin timur. Apa itu gelombang Kelvin? Gelombang Kelvin adalah gelombang panjang yang menjalar dari barat ke timur, dengan amplitudo di ekuator tinggi, dan semakin menjauhi ekuator amplitudonya meluruh.
Terjadinya ENSO
Letupan Angin Barat
Ketika angin timur melemah, maka angin monsun barat laut dan angin monsun tenggara yang bergerak di atas Indonesia akan melebar hingga bagian barat samudra Pasifik. Maka pembentukan letupan angin barat akan semakin kuat sehingga turut mendorong massa air hangat ke timur (Ilahude & Nontji, 1999). Apabila massa air hangat telah terdorong hingga mencapai pantai Amerika, perkembangan El Nino telah penuh. Samudra Pasifik barat mengalami penurunan muka laut, pendangkalan termoklin, dan terjadi anomali temperatur negatif. Hal yang sebaliknya terjadi di bagian timur.
Osilasi yang Terjadi
Sekarang kolam air hangat telah berada di bagian tengah hingga timur samudra Pasifik. Sirkulasi Walker pun juga bergeser seiring dengan perubahan ini. Ingat, proses di atmosfer dan laut berkaitan. Pusat konveksi udara dalam sirkulasi Walker sekarang berada di bagian tengah samudra Pasifik, dan sirkulasi Walker pun pecah. Pusat konveksi ini menandakan tekanan udara rendah di daerah tersebut. Di bagian barat, udara yang awalnya bertekanan rendah menjadi tinggi. Di bagian tengah, udara menjadi bertekanan rendah. Naik turunnya tekanan udara inilah osilasi yang dimaksud. Sampai sini, terlihat bahwa ENSO bukan hanya tentang perubahan yang terjadi di atmosfer, melainkan parameter oseanografi yang telah disebutkan sebelumnya (muka laut, termoklin, temperatur) juga mengalami perubahan.
Kurangnya Hujan di Indonesia
Karena pusat konveksi udara berada di bagian tengah samudra Pasifik, maka terbentuklah awan di daerah ini, dan hujan pun turun di bagian tengah samudra Pasifik. Pusat konveksi ini menjadi jauh dari Indonesia sehingga di Indonesia tidak terjadi hujan. Inilah mengapa pada kondisi El Nino, curah hujan di Indonesia berkurang dan kemarau menjadi lebih panjang.
Berakhirnya Kondisi El Nino
Semakin lama, kolam air hangat akan semakin meluas. Letupan angin barat pun melemah, hal ini memicu berakhirnya kondisi El Nino. Kolam air hangat mulai kembali terdorong ke arah barat, ke kondisi normalnya. Ketika angin pasat timur laut dan angin pasat tenggara telah bertiup secara penuh, sirkulasi Walker akan kembali ke keadaan normalnya. Dengan ini, siklus akan dimulai kembali.
Jika ada El Nino, ada La Nina. Berkebalikan dari EL Nino, kondisi La Nina terjadi karena angin timur yang menguat. Kolam air hangat yang berada di bagian barat Samudra Pasifik bergeser semakin ke barat. Agar lebih mudah, simak saja gambar ini. Masuk akal bukan apabila saat La Nina, di Indonesia terjadi peningkatan curah hujan? Silahkan tulis pendapat teman-teman di kolom komentar, yuk berdiskusi!
Referensi
Azis, M. Furqon. 2006. Mengenal El Nino dalam Oseana, Volume XXXI, Nomor 2, 2006 : 33-40. www.oseanografi.lipi.go.id
Ilahude, A.G. dan Nontji, A. 1999. Oseanografi Indonesia dan Perubahan Iklim Global (El Nino dan La Nina) dalam “Kita dan Perubahan Iklim Global: Kasus El Nino – La Nina”, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 18-19 Mei 1999.
Putri, Mutiara R. dan Bernawis, Lamona I. 2017. Slide Kuliah Oseanografi Indonesia. Program Studi Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.
hmmm... artikel ini ditulis sudah agak lama ya pemirsah! right now we are more likely in wet season, and the last time I checked Nino Index it showed that La Nina is happening!
ReplyDelete