Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia
Salah satu target dari
Sustainable Development Goals (SDGs) Nomor 14, Life Below Water, adalah tentang
manajemen berkelanjutan serta perlindungan laut dan ekosistem pesisir untuk
menghindari dampak yang merugikan secara signifikan. Hal ini sangat penting
untuk dilakukan mengingat masih terjadi kerusakan ekosistem laut dan pesisir.
Salah satu contoh kerusakan ekosistem laut dan pesisir yang masih terjadi
khususnya di Indonesia adalah rusaknya ekosistem terumbu karang.
Kasus Kerusakan Terumbu Karang
Berdasarkan artikel berita dari
detik.com, terjadi beberapa kasus rusaknya terumbu karang yang disebabkan oleh
aktivitas manusia selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2019, terjadi
kerusakan terumbu karang di Kepulauan Spermonde, Makassar akibat bom dan racun
sianida. Di Gili Trawangan, gugusan karang hancur akibat jangkar kapal yacht
mewah. Pada tahun 2018, sebuah kapal kandas di Pulau Pari, Kepulauan Seribu
mengenai sekitar 370 meter persegi terumbu karang. Sedangkan pada tahun 2017,
ramai dibicarakan rusaknya terumbu karang di Karimun Jawa akibat kapal
tongkang, serta rusaknya terumbu karang di Raja Ampat akibat kapal pesiar.
Masih banyak contoh kasus rusaknya terumbu karang lainnya. Bahkan, tidak perlu
melihat kerusakan dalam skala besar pun, penyelam bisa saja tanpa sengaja
mematahkan terumbu karang saat menyelam.
Terumbu Karang di Gili Ketapang (SUmber: dok. pribadi) |
Usaha Penanggulangan Kerusakan Terumbu Karang
Untuk mengurangi kerusakan terumbu
karang yang terjadi, dibutuhkan usaha dari berbagai pihak, tidak hanya
pemerintah, tidak hanya nelayan, namun pemerintah dan masyarakat berperan,
begitu juga pegiat konservasi laut dan pemilik kapal asing, perannya akan
sangat berpengaruh dalam pelestarian terumbu karang.
Strategi yang Diterapkan Pemeritah
Kerusakan terumbu karang
merupakan salah satu bentuk degradasi lingkungan laut. Pemerintah melalui
Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, mendukung sinergi keberlanjutan dari target
kedua SDG 14 ini dengan pembuatan peraturan, yaitu Kebijakan Pengelolaan Ruang
Laut, pada tahun 2019. Intervensi yang dipertimbangkan dan berhubungan dengan
permasalahan kerusakan terumbu karang ini adalah perencanaan ruang laut serta
konservasi dan keanekaragaman hayati laut. Ditetapkan strategi pencapaian
target antara lain penetapan kawasan konservasi, penyediaan sarana prasarana
dasar pengelolaan kawasan, penyusunan NSPK Konservasi, penyediaan SDM pengelola
yang kompeten, pengembangan sistem database konservasi, penguatan fungsi
pengawasan, mitigasi ancaman sumberdaya alam, peningkatan peran aktif
masyarakat, serta penyediaan mekanisme pendanaan berkelanjutan.
Munculnya strategi-strategi
tersebut pastilah beralasan, selain mempertimbangkan kondisi eksisting dan
target, keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi menjadi tantangan
tersendiri. Menurut Koordinator Destructive Fishing Watch Indonesia, Moh Abdi
Suhufan, tantangan terbesar dalam target yang dicanangkan Pemerintah tersebut
(target 20 juta hektare kawasan konservasi laut, mengacu pada target kelima SDG
14 yang juga berhubungan dengan target kedua SDG 14), bukan pada pencapaian
luasan kawasan konservasi, tapi bagaimana semua kawasan yang sudah tercapai
tersebut bisa dijaga dengan baik (mongabay.co.id).
Implementasi Strategi
Bentuk pengelolaan ruang laut
yang dapat mendukung berkurangnya kerusakan terumbu karang antara lain
penetapan kawasan konservasi, rehabilitasi terumbu karang, pembuatan zonasi
ruang laut, dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Penetapan kawasan konservasi
dan pembuatan zonasi ruang laut seperti telah dijelaskan sebelumnya, merupakan
wewenang pemerintah. Masyarakat hendaknya turut menjaga kawasan konservasi
dengan baik, karena kawasan konservasi ada untuk melestarikan lingkungan.
Peran Masyarakat
Selain itu alangkah baiknya
diadakan sosialisasi oleh pemerintah mengenai zonasi ruang laut, supaya
masyarakat memahami dan turut menjaga contohnya dengan melaporkan kepada pihak
berwajib apabila ada kapal yang melewati zona yang tidak seharusnya dilewati. Disinilah
peran masyarakat dibutuhkan terutama masyarakat pesisir dan yang berprofesi
sebagai nelayan. Nelayan hendaknya memahami cara penangkapan ikan yang
diperbolehkan, yang tidak merusak lingkungan.
Pentingnya Penegakan Hukum
Selain itu semua, diperlukan juga
penegakan hukum, pemberian sanksi kepada yang telah melanggar peraturan, yang
menimbulkan kerusakan terumbu karang dan lingkungan laut secara umum, baik
kepada masyarakat kita sendiri maupun orang asing, agar timbul efek jera, kerusakan
terumbu karang tidak terjadi lagi atau dapat diminimalisir. Sedangkan untuk
rehabilitasi terumbu karang, harus diimbangi dengan penjagaan dan pengawasan
area rehabilitasi. Perlu diperhatikan bahwa secara alami, laju pertumbuhan
karang adalah sekitar 2 cm/tahun. Apabila telah dilakukan upaya rehabilitasi
dan tidak diawasi dengan baik, memungkinkan pertumbuhan karang yang memakan
waktu tahunan rusak hanya dalam hitungan detik.
Referensi:
Direktorat
Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2019. Slide Presentasi Kebijakan Pengelolaan Ruang
Laut, Jakarta, 8 Oktober 2019.
Ambari, M.
2017. Indonesia Hadapi Tantangan Besar
Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut, Seperti Apa? artikel berita dalam
situs mongabay.co.id. diakses pada 22 April 2020.
Bonauli, dkk. Kumpulan Berita Harian Terumbu Karang Rusak
dalam situs detik.com diakses pada 22 April 2020.
Comments
Post a Comment