Ikan, Nelayan, dan Sawora yang Melindunginya

"Wah ramai sekali orang orang mencari ikan di sini, Liben! Seperti festival tapi bukan ya?"
"Wajar saja, sedang ada pembukaan Sawora. Pasti dua detik lagi Tasya bertanya apa itu Sawora."
"........... Sawora itu apa?"
"Haha benar kan! Sawora itu tempat terlarang. Kita tidak boleh ambil ikan di Sawora, ambil ikan di tempat lain saja. Karena kalau sampai merusak, nanti Tuhan marah."
"Lantas, mengapa orang-orang ramai sekali di sana, di Sawora?"
"Karena pada waktu tertentu Sawora idak lagi dilarang Tasya. Namun kami tetap harus menjaga Sawora dengan baik, mengambil ikan secukupnya, dan tidak merusak apa yang ada di sana. Sa bersyukur pada Tuhan yang telah mengatur alam ini, membuatnya tetap indah, dan tidak membiarkan manusia kelaparan tanpa bisa memanfaatkan apa yang dimiliki-Nya." 


Perikanan di Teluk Cenderawasih

Berbicara mengenai perairan sulit untuk terlepas dari perikanan. Sejak kecil, kita sudah sangat akrab dengan ‘ikan si laut’ atau ‘di laut ada ikan’. Bagaimana kondisi perikanan di Teluk Cenderawasih?

Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717

Teluk Cenderawasih termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 717, yang meliputi Teluk Cenderawasih, dan Laut Pasifik, mencakup tiga provinsi yaitu Papua, Papua Barat, dan Maluku Utara. Dala Suman, et al (2016) dijelaskan bahwa terdapat dominansi kelompok ikan pelagis kecil termasuk cumi-cumi di WPP 717 yang dipengaruhi oleh samudra Pasifik. Selain itu di WPP 717 juga terdapat udang, lobster, kepiting, dan rajungan yang termasuk dalam kelompok krustasea. Kelompok krustasea penyebarannya sangat dipengaruhi oleh luasan hutan mangrove dan terumbu karang, semakin luas hutan mangrove dan terumbu karang akan semakin meningkatkan produksinya (Naamin, 1984).

Secara keseluruhan terlihat bahwa dari 11 WPP yang ada di perairan Indonesia, hanya WPP 717 yang belum diusahakan secara penuh, sementara 10 WPP lainnya sudah dalam status pemanfaatan yang berlebih. Untuk WPP 717 ini dapat dilakukan pengurangan dan penambahan upaya. Pengurangan upaya adalah pada bubu untuk lobster dan jaring insang untuk rajungan. Sedangkan penambahan upaya dilakukan untuk pengusahaan ikan pelagis besar dan pelagis kecil dengan purse seine, ikan demersal dengan rawai dasar, ikan karang dengan pancing rawai, udang Paneid dengan pukat udang, kepiting dengan jaring insang, dan cumi-cumi dengan perahu (Suman et al, 2016).

Karakteristik Perikanan Tangkap di Teluk Cenderawasih

Walaupun di Teluk Cenderawasih kedalamannya tidak dalam, bagian utara teluk juga merupakan perairan yang masih dapat dimanfaatkan sumber daya ikannya. Berdasarkan Nurulludin, et al (2016), tingkat pemanfaatan ikan kakap laut dalam di perairan Teluk Cenderawasih masih rendah dan dapat ditingkatkan. Sedangkan berdasarkan Surahman dan Ilhamdi (2018), di Nabire terdapat daerah penangkapan ikan demersal  di daerah dengan kedalaman 200 m. Perikanan demersal di wilayah utara Papua pun sebagian besar berasal dari wilayah perairan Teluk Cenderawasih, dimana banyak terkonsentrasi daerah pemukiman penduduk di pantai (Suprapto et al, 1994). Termasuk dalam ikan demersal adalah ikan kurisi bali, ikan pinjalo, kakap laut dalam, dan Aphaerus rutilans.

Nelayan di Teluk Cenderawasih

Di Teluk Cenderawasih sendiri, sebagian besar penduduknya masih berprofesi sebagai nelayan. Di wilayah Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) saja, terdapat setidaknya 80 kampung dan desa yang sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai nelayan dan petani. Tentu perikanan merupakan hal yang sangat berperan bagi kehidupan masyarakat di sana. Begitu juga diungkapkan oleh Surahman dan Ilhamdi (2016) bahwa sebagian besar ikan di Teluk Cenderawasi ditangkap dengan alat tangkap tradisional. Di Nabire, sebagian besar perikanan demersal ditangkap menggunakan pancing ulur. Minimnya ketersediaan alat tangkap ini yang menyebabkan pemanfaatan ikan di Teluk Cenderawasih kurang maksimal. Nelayan lokal yang menggunakan alat tradisional, berbeda dengan nelayan pendatang yang sebagian besar telah menggunakan bagan (Arifianto, kompas.id). Hal ini menyebabkan nelayan lokal mendapatkan tangkapan ikan yang jauh lebih sedikit dari nelayan pendatang. Pada tahun 2015 hingga 2016 juga ditemukan bagan nelayan dari luar daerah yang beroperasi tanpa izin.

Kondisi Perikanan di Teluk Cenderawasih

Dikutip dari kompas.id, berdasarkan pendataan WWF pada tahun 2011 dan 2016 di TNTC, massa ikan dengan fungsi ekologis dan ekonomis meningkat terutama di zona inti TNTC. Massa ikan kakatua dan baronang mencapai 350 kg/ha, massa ikan tersebut juga meningkat di zona pemanfaatannya. Contoh lainnya adalah ikan jambian dan kerapu yang mencapai 200 kg/ha, namun di zona pemanfaatannya malah berkurang. Hal ini menunjukkan adanya zona inti terjaga dengan baik, dan masyarakat menyadari untuk mengambil ikan di zona pemanfaatan.

Sayangnya masih terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kalahnya nelayan lokal dengan nelayan pendatang yang telah dijelaskan, dan juga kurangnya ketersediaan alat tangkap yang menyebabkan oknum menangkap ikan menggunakan bahan peledak. Bahan peledak ini dapat merusak terumbu karang yang ada di TNTC.

Adat di Teluk Cenderawasih

Sasi di WIlayah Timur Indonesia

Masyarakat Papua telah mengenal ‘sasi’ sebagai adat yang berlaku di sebagian besar wilayah timur negara Indonesia. Sasi dapat diketahui sebagai larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian demi menjaga kelestarian sumber daya alam. Sasi diterapkan di suatu wilayah yan sejatinya adalah untuk konservasi alam secara adat. Biasanya disebutkan ada larangan untuk mencari ikan di wilayah sasi pada waktu tertentu. Artinya, masyarakat tidak diperbolehkan mencari ikan pada suatu wilayah konservasi tersebut pada waktu yang telah ditentukan, dan jika hendak mencari ikan tidak diperbolehkan dengan cara yang ilegal dan merusak lingkungan seperti menggunakan peledak. Sasi berasal dari kata sanksi (witness) mengandung pengertian tentang larangan pemanfaatan sumberdaya alam tertentu tanpa izin dalam jangka waktu tertentu yang secara ekonomis bermanfaat bagi masyarakat (Rumengan, 2017).


masyarakat-teluk-cenderawasih
Masyarakat Teluk Cenderawasih. Sumber: MaritimNews.com

Sawora di Teluk Cenderawasih

Di beberapa wilayah di Teluk Cenderawasih, khususnya di TNTC, ada istilah sawora, yang pengertiannya tidak jauh berbeda dari sasi. Sawora yang berarti Sumpah dalam bahasa Indonesia merupakan suatu aturan atau larangan yang mengatur mengenai lokasi, cara menggunakan alat mencari pemenuhan kebutuhan hidup, waktu, sumberdaya alam, serta orang-orang yang diberlakukan Sawora. Sawora merupakan suatu sistem budaya yang aturan mainnya memiliki kesamaan dengan sasi. (Rumengan, 2017).

Kekuatan Tuhan dalam Mengatur Alam

Makna tersirat bahwa sejak lama masyarakat mempercayai kekuatan Tuhan dalam mengatur alam turut mendasari lahirnya sawora. Di Desa Sembokoro, terdapat narasi yang mengisahkan tentang ular yang akan menyembuhkan kaki yang terluka sehingga sembuh. Narasi tersebut adalah salah satu yang memberikan makna kepercayaan terhadap kekuatan Tuhan (Faiq, kompas.id). Sedangkan di Kampung Isenebuai, Sawora dianggap suatu aturan yang benar-benar muncul oleh masyarakat kampung Isenebuai dan baru di sekitaran kampung Isenebuai yang mengerti tentang Sawora (Rumengan, 2017).

Ditaati Pemilik, Dilanggar Pendatang

Sawora dibuat oleh para pemuka adat dan juga tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap layak untuk membuatnya. Tidak semua orang dapat ikut membuat sawora, namun semua harus setuju dan menaatinya. Alasan utama dibuat Sawora adalah agar timbul kedisplinan masyarakat untuk tidak mengeksploitasi secara berlebihan sumberdaya alam (darat maupun laut) sehingga sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat dimanfaatkan secara terus menerus (Rumengan, 2017). Dalam kompas.id, Samuel Urbon (29 tahun) salah satu warga mengaku belum pernah mengetahui warga Desa Sembokoro yang melanggar sawora, namun ada beberapa warga pendatang yang diyakini melanggar aturan sawora. Beberapa warga pendatang dari Madura dan Buton mengebom ikan di kawasan sawora, namun mereka tidak pernah muncul lagi sejak menyelam untuk mengambil ikan hasil pengeboman.

Pentingnya Sawora dalam Menjaga Kelestarian Alam

Sawora telah ada sejak ratusan tahun lalu, namun sempat tidak diberlakukan sejak tahun 1980. Mulai saat itu, terjadilah berbagai kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan misalnya dengan pengeboman seperti yang dilakukan warga pendatang. Oleh karena itulah, sawora penting untuk diberlakukan kembali. Sekarang, sawora telah diberlakukan, warga dilarang mencari ikan di wilayah sawora pada Mei-Desember. Selain bulan itu, boleh menangkap ikan dengan cara yang tidak merusak lingkungan. Sawora merupakan sistem adat yang sejalan dengan kebutuhan akan konservasi alam, demi kelestarian sumber daya alam yang nantinya akan dimanfaatkan oleh anak cucu. Sawora diharapkan dapat meminimalkan dan bahkan menghilangkan kegiatan penangkapan ikan yang merusak lingkungan.

Pada akhirnya, memang dibutuhkan kerjasama yang baik dari masyarakat khususnya nelayan yang berhubungan langsung dengan proses penangkapan ikan, pemerintah yang bertanggung jawab akan zonasi wilayah dan penegakan hukum, serta pemegang adat di tiap-tiap desa dalam perannya memelihara adat semacam sawora. Semoga perikanan di Teluk Cenderawasih dapat terus dimanfaatkan dengan maksimal, tetap lestari, nelayan sejahtera, dan lingkungan terjaga!

 

Ref

Arifianto, Budiawan Sidik. Menggali Ragam Kekayaan Teluk Cenderawasih, artikel dalam jelajah.kompas.id. Diakses dari https://jelajah.kompas.id/terumbu-karang/baca/menggali-ragam-kekayaan-teluk-cenderawasih/ pada 2 Mei 2020.

Faiq, Mohammad Hilmi. Menghidupkan ”Sawora” agar Alam Terjaga, artikel dalam jelajah.kompas.id. Diakses dari https://jelajah.kompas.id/terumbu-karang/baca/menghidupkan-sawora-agar-alam-terjaga/ pada 2 Mei 2020.

Nurulludin, dkk. 2016. Parameter Populasi Ikan Kakap Laut-Dalam (Etelisradiosus, Anderson 1981) di Perairan Teluk Cenderawasih, Papua, Bawal Widya Riset Perikanan Tangkap Volume 8 Nomor 2 Agustus 2016.

Rumengan, Irman. 2017. Tempat-Tempat Sakral dan Penerapan Sawora dalam Masyarakat Kampung Isenebuai di Kawasan Taman Teluk Cenderawasih, Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017.

Suman, dkk. 2016. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) Tahun 2015 Serta Opsi Pengelolaannya, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Volume 8 Nomor  2 Nopember 2016.

Surahman, Adi & Ilhamdi, Hadi. 2018. Karakteristik Dan Hasil Tangkapan Pancing Ulur Di Perairan Teluk Cendrawasih Samudera Pasifik, Buletin Teknik Litkayasa Volume 16 Nomor 2 Desember 2018.

Comments

  1. Keren.., sayang gambarnya tidak muncul, mungkin perlu upload ulang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oiyaa tidak muncul ya Bu gambarnya saya baru sadar juga, nanti saya coba upload lagi, terima kasih banyak Buu

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia

5 Alasan Kenapa Harus Liburan ke Kepulauan Seribu

Wilayah Pengelolaan Perikanan NRI